Senin, 10 Maret 2014

Pangkat Maha, Peracik Formula Bangsa

Negara makmur adalah tambang kesuksesan bagi setiap penduduk. Kemakmuran ini bukanlah hasil dari keajaiban sentilan jari tengah dengan kelenturan jempolnya, melainkan dari usaha mulia yang dilakukan oleh setiap individu yang memiliki responsibilitas tinggi. Banyak sekali atmosfer
penduduk yang mendiami suatu Negara, dilihat dari status sosialnya pun sudah terlihat jelas, mereka yang berdasi identik dengan penampilannya yang rapi. Beda halnya dengan mereka yang berpenampilan asal pakai pasti identik dengan keringatnya yang bercucuran. Tapi jangan salah, bukan hal yang kadang bagi ia yang berlumuran keringat adalah seorang pekerja keras dan lebih memiliki responsibilitas tinggi ketimbang mereka yang duduk manis menggerakkan dasinya yang sedikit kurang rapi.
Kembali ke permasalahan awal, bahwa di suatu Negara terdapat banyak atmosfer kehidupan. Dimulai dari peran masing-masing, sebelum menjadi “orang” pastinya melalui beberapa fase kehidupan. Berawal dari manusia yang belum tahu apa-apa, dalam istilah lain fase ini adalah langkah yang mengawali seorang manusia menginjakan kakinya di atas bumi, walaupun sebelumnya ia mesti harus merangkak dan mulai belajar berjalan. Mempersingkat dalam pembahasan, setelah kakinya sudah terasa kuat mengakar menancap di atas bumi, manusia akan melanjutkan langkahnya ke “sana”, yakni satu jalan yang terbentang, yang harus dilalui oleh setiap manusia demi mempertahankan hidup, atau bahkan meninggikan derajatnya dengan ilmu agar lebih diakui keberadaannya secara normal. Jalan ini mengantarkan manusia ke bagian alam masing-masing. Agar tidak terkesan bertele-tele, sebutlah alam ini adalah padang berilmu yang banyak ditumbuhi rumput amal. Untuk mendapatkan ilmu, seseorang pasti mengawalinya dari tahap yang mendasar, contohnya di negara kita yang dimulai dari jenjang dini sampai kelewat dini. Ada jenjang khusus bagi mereka yang baru mengenal dunia, ini didiami bagi mereka yang masih dalam tahap imitasi, yups sebutlah anak-anak sang imitator handal. Bagi saya, masa-masa sekolah dari mulai TK sampai SMA masih bisa dibilang anak-anak. Karena tingkat emosi yang dimilikinya masih labil, yang padahal beberapa tahun ke belakang sebelum bergelar ‘Maha’ sering kita sebut masa remaja. Dulu, sebelum atribut siswa dilepas, tanggung jawab kita sebagai pelajar adalah mengumpulkan bahan-bahan untuk dijadikan bekal tempur di kemudian hari, aplikasikanlah ini dengan peperangan.
Pahamilah, karena tanpa disadari saat kita bergegas di tengah medan pencarian ilmu, saat itulah pertempuran dimulai dan dijadikan sebagai peperangan dalam perebutan siapa yang akan meraup bekal ilmu paling banyak. Tidak ada istilah perebutan gelar atau bahkan saling beradu siku. Jangan sampai berasumsi dalam pencarian ilmu kita mencari lawan, tapi fokuskanlah kita mencari kawan untuk mengemas bekal di perjalanan selanjutnya. Jika perjalanan kemarin adalah pengumpulan bekal dan semuanya telah terkumpul, coba periksa kembali bekal yang belum kita kemas dalam ransel bermilyaran sel yang masih harus dihubungkan. Harus benar-benar matang, jangan sampai ada sebutir benih ilmu tertinggal, karena itu akan bisa memengaruhi formula perjalanan di masa depan nanti.

Tiba akhirnya di perjalanan yang hampir mengantarkan kita menjadi “orang”.
Ini adalah tahap yang sangat penting. Atmosfer generasi berdedikasi tinggi. Ada juga yang menyebutnya calon cendekiawan muda yang syarat akan berbagai predikat. Tahap inilah gelar ‘Maha’ menjadi gelar pendamping di awal gelar setelah atribut siswa dilepas, yakni Mahasiswa.
Mendapat gelar tersebut, kita sebagai generasi di dalamnya harus mampu meningkatkan responsibilitas yang sudah dicapai sebelumnya.
Di zaman sekarang banyak sekali mahasiswa yang melacurkan lisannya sebagai orator meng’aku’kan diri mengkritik yang bukan tugasnya, terlalu banyak bergerak tidak pada tempatnya tapi IP sendiri 1, (satu koma), sangat memilukan! Sudah saatnya kita bergerak untuk mendewasakan diri dalam segala hal baik yang menyangkut diri sendiri bahkan Negara, karena setelah para veteran gugur, hanya kita yang mampu menyuburkan keberadaannya kembali dengan mempertahankan kemakmuran Negara. Tidak sedikit Mahasiswa meneruskan belajar dengan tujuan mencari ilmu. Ketahuilah, niat itu memang tepat hakikatnya namun alangkah lebih mulia lagi saat niat itu kita arahkan pada pribadi masing-masing. Pengangkatan derajat diri demi ilmu tidak akan terletak pada kursi orang lain, melainkan kita sendiri yang mengangkatnya dengan meluruskan niat belajar. Sebagai mahasiswa kontemporer, ciptakan suatu inovasi yang di luar nalar manusia. Jadikan pemikiran cerdas kita sebagai kiblatnya, jangan hanya berkiblat pada telunjuk orang.

0 komentar:

Posting Komentar