MSG
Bahaya! Kata Siapa???
JREEENG!
Yakin 1.000 persen, pasti mayoritas
Mommies kaget :D
Apalagi, mengingat selama ini isu tentang
efek negatif MSG seolah sudah tertanam di kepala, misalnya saja sebagai
pencetus kanker dan konon katanya bisa merusak sel otak. Bagi yang peduli kesehatan, pokoknya sebisa mungkin berusaha menghindari MSG, deh, terutama saat hamil atau memasak untuk anak.
pencetus kanker dan konon katanya bisa merusak sel otak. Bagi yang peduli kesehatan, pokoknya sebisa mungkin berusaha menghindari MSG, deh, terutama saat hamil atau memasak untuk anak.
Kalau saya sendiri, sebenarnya
termasuk yang cuek. Sempat, sih, dinasihati orang sekitar. Cukup sering malah,
tidak hanya 1-2 kali. Lama-lama saya pun gerah. Apa betul MSG seberbahaya itu?
Jika berbahaya, kenapa masih dijual bebas? Jika berbahaya, kenapa tidak
tercantum peringatan seperti yang ada di kotak rokok?
Berhubung saat itu saya masih
bekerja sebagai jurnalis di majalah lifestyle, saya usul saja untuk
mengangkat MSG di rubrik kesehatan. Tentunya, dengan menyertakan orang yang
berkompeten di bidangnya sebagai narasumber, yaitu ahli gizi. Salah satunya
adalah dr. Johanes Chandrawinata, MND, SpGK, Master of Nutrition &
Dietetics, Spesialis Gizi Klinik dari Melinda Hospital, Bandung.
Jawaban dr. Johanes mengenai MSG
sangat tidak disangka-sangka. Beliau bilang, tidak ada bukti bahwa MSG
berbahaya bagi kesehatan!
Lita saja sampai kaget pas saya
ceritakan, dan sempat ragu mengangkat topik ini di Mommies Daily :D
Yuk, daripada penasaran, langsung
baca saja hasil wawancara saya dengan dr. Johanes.
Apa, sih, yang sebenarnya terkandung
dalam MSG? Benarkah MSG segitu berbahayanya bagi tubuh?
MSG (Mono Sodium Glutamate) adalah
garam dari asam amino glutamate. Asam amino ada beberapa jenis, merupakan
struktur terkecil dari protein. Jika kita mengonsumsi MSG, molekul MSG akan
terurai menjadi glutamate dan garam natrium yang kemudian diserap oleh usus
kita.
Glutamate terdapat sebagai kandungan
alami berbagai jenis makanan seperti tomat, keju (terutama keju parmesan),
scallop, terasi, dll.
Penyerapan dan penggunaan glutamat
dari MSG maupun dari sumber makanan alami oleh tubuh kita adalah sama, sehingga
penggunaan MSG sebagai zat tambahan makanan (kelompok food additives
termasuk garam, gula, dll) dinyatakan aman oleh WHO dan berbagai badan
kesehatan makanan di berbagai negara, termasuk oleh BPOM di Indonesia.
Ketakutan orang akan MSG bermula
pada 1968 dengan adanya laporan kesehatan berupa keluhan rasa mual, pening,
lengan, dada, dan wajah serasa terbakar, berdebar-debar, dan sesak nafas
setelah makan masakan Chinese. Namun pada penelitian yang lebih mendalam,
ternyata keluhan-keluhan ini tidak terbukti berhubungan langsung dengan MSG.
Bagaimana dengan penelitian yang
mengatakan MSG dapat menyebabkan kerusakan sel otak dan kanker?
Penelitian yang menghubungkan MSG
dengan kerusakan sel otak dilakukan pada mencit (sejenis tikus kecil, red.) dan
kelinci percobaan dengan cara memberikan MSG dosis luar biasa tinggi dengan
cara paksa ke dalam lambung atau menyuntikkan MSG dosis luar biasa tinggi ke
dalam otak atau rongga perut hewan percobaan.
Pada manusia, konsumsi MSG untuk
mendapatkan efek yang diinginkan, yaitu menyedapkan makanan, tidak pernah
terbukti berefek merugikan.
Apakah MSG aman untuk anak-anak?
ASI juga mengandung glutamate bebas,
sehingga menurut para pakar yang tergabung dalam pertemuan konsensus Hohenheim
di Jerman pada tahun 2007 berpendapat bahwa bayi ternyata mengonsumsi glutamate
dalam jumlah yang lebih besar per kg berat badannya dibandingkan dengan orang
dewasa.
Apakah MSG juga aman untuk wanita
hamil?
Menurut para pakar dalam pertemuan
consensus Hohenheim tahun 2007, glutamate dosis tinggi sekalipun tidak akan
masuk ke dalam sirkulasi darah janin. Penelitian pada mencit jantan dan betina
yang diberi dosis tinggi MSG 6.000 mg/kg berat badan per hari pada yang jantan,
dan 7.200 mg pada yang betina tidak menunjukkan adanya gangguan sistem
reproduksi mencit-mencit tersebut dan tidak ditemukan gangguan perkembangan janin.
Juga tidak ditemukan kelainan jaringan seperti lesi atau abnormalitas lainnya
pada otak hewan penelitian.
Jadi tidak perlu khawatir terhadap
mitos-mitos buruk tentang MSG.
Jika sebenarnya MSG tidak berbahaya,
lalu mengapa sepertinya masyarakat segitu parnonya pada MSG? Bagaimana pendapat
Anda, dok?
Masyarakat senang dan menerima
dengan cepat segala sesuatu yang bersifat instant, popular, dan berita yang
mengonfirmasi mitos yang selama ini dipercaya olehnya. Masyarakat kita
cenderung memercayai apa yang ada di majalah popular, televisi, dan internet
karena kurangnya pemberitaan seimbang.
Pemberitaan seimbang maksudnya
adalah pemuatan berita popular yang disertai tanggapan pakar di bidang
tersebut. Contohnya di bidang gizi, tentunya berita tentang gizi akan lebih
seimbang bila disertai tanggapan dari dokter spesialis gizi, misalnya. Dengan
demikian, masyarakat mendapat berita yang obyektif dan lebih up-to-date
dari pakarnya.
Mohon dikoreksi jika salah, tapi
saya pernah baca bahwa penggunaan MSG dalam masakan justru bagus karena di sisi
lain dapat mengurangi pemberian gula-garam yang berlebih saat memasak. Benar
tidak, sih, dok? Jadi sebenarnya lebih baik memasak dengan MSG atau dengan
gula-garam?
Penggunaan MSG bertujuan untuk
meningkatkan rasa dan nikmatnya makanan. Glutamate dalam MSG merangsang sensor
rasa umami di dalam indera pengecap di lidah, mulut, hingga ke saluran cerna
bagian atas, dan menimbulkan rasa nikmat dengan sensasi seperti makan daging
atau ikan. Tentunya berbeda dengan rasa asin, manis, pahit, dan asam yang juga
dapat dirasakan oleh indera pengecap kita. Jadi, tidak mungkin mengganti MSG
dengan gula walaupun memang benar bahwa MSG dapat dibuat dari tetesan tebu
setelah mengalami proses alami berupa fermentasi yang menghasilkan glutamate. Jadi
jelas efek umami dari MSG tidak dapat digantikan oleh gula.
Pada diet rendah garam, pasien
sering mengeluh rasa makanan menjadi tidak enak. Penggunaan MSG dapat membantu
meningkatkan rasa enak pada makanan rendah garam dengan tetap menurunkan
kandungan natrium dalam makanan, karena kandungan natrium MSG hanya 1/3 dari
garam dapur.
Meski aman, tapi segala sesuatu bila
berlebihan, kan, tidak baik. Nah, untuk MSG, berapa batasan aman konsumsinya
per hari? Apakah ada rekomendasinya dari WHO?
ADI (Acceptable Daily Intake) yaitu
asupan harian yang wajar untuk MSG dinyatakan ‘not specified’ atau tidak
ditentukan, yang berarti boleh digunakan sesuai keperluan, tanpa perlu dibatasi
berapa maksimalnya. Tidak ditentukan batasan maksimal oleh WHO karena tidak ada
bukti bahwa MSG berbahaya bagi kesehatan. Penggunaan MSG sebagai zat tambahan
makanan dalam dosis yang lazim sehari-hari masih aman.
Adakah kondisi atau penyakit khusus
di mana pemberian MSG tidak dianjurkan?
Pada kondisi penyakit yang
memengaruhi sawar darah-otak (blood brain barrier) dan pada pasien yang
dianestesi dengan obat isofluran, mungkin MSG perlu dihindari. Namun sebagai
catatan: kondisi tersebut sangat jarang.
Nah, berdasarkan wawancara tersebut,
ternyata tidak perlu segitu parnonya pada MSG walaupun tetap harus
berhati-hati. Reaksi atau efek hasil konsumsi berbeda untuk tiap individu jadi
bijaklah dalam mengonsumsi makanan yang mengandung MSG. Segala hal yang
berlebihan, kan, nggak baik juga :)












0 komentar:
Posting Komentar