Minggu, 17 Agustus 2014

Politik, Karya Seni Yang Menggelitik



Membahas tentang politik tidak akan ada habisnya, ia adalah rangkaian abjad yang membutuhkan penjabaran luas dan tidak memuat satu halaman penuh. Terkesan rumit, namun inilah karya seni. Karya seni tak semua orang mudah menafsirkan makna yang terselubung di dalamnya, dan kaidah yang tertuang dalam eksistensinya.

Dalam politik, seni yang diukirkan cukup rumit dan berbelit-belit. Ibarat labirin, orang tak mudah menemukan titik pulang, ia harus mencoba menelusui berbagai celah hingga ia selamat dari kesesatan. Dalam politik, banyak sekali kemungkinan. Mungkin ia adalah kawan, atau mungkin ia adalah lawan.
Mungkin luka bisa dibalut dengan senyuman, mungkin juga pedih bisa dibungkus gelak tawa.
Banyak sekali manipulasi di dalamnya, jika itu adalah politik yang jauh dari koridor Islam. Tapi sayangnya, politik yang sering bersentuhan dengan pemahaman kita di Negara ini adalah politik yang justru memudarkan makna Islam, dan ia kerontang dari kemakmuran.
Dalam politik ini, keburukan bisa tampil dalam wajah yang menjanjikan. Bahkan keburukan itu dibungkus dengan bayang-bayang kebaikan, hingga keburukan dan kebaikan bisa dipeluk dalam satu dekapan. Bahaya bukan main.
Banyak orang berpendapat, politik itu laku yang sementara. Banyak yang berubah dalam politik sekalipun itu dalam hitungan detik. Banyak anggota di dalamnya yang sudah keturunan mimikri, mereka mahir dalam berkamuflase, hingga rupa aslinya sulit untuk dikenali. Tak ada yang abadi dalam politik, hari ini adalah kemenangan. Besok bisa saja berubah menjadi kehancuran. Seorang penguasa bisa menjadi seorang pecundang, dan bahkan seorang pecundang bisa berpower ranger menjadi seorang penguasa.
Kebanyakan fakta yang saya amati, politik di Negara ini dilandasi atas dasar ketakutan bukan atas dasar kekuatan. Takut jika kekuasaan di rebut orang, dan kekuatan ia lupakan hingga berubah menjadi sebuah kebobrokan. Kekuatan itu dilandasi atas dasar rasa. Rasa tanggung jawab dan cinta. Jika pemimpin di negeri ini bertanggung jawab, sudah barang tentu beliau akan mempertahankan apa yang harus dipertahankan termasuk hak bagi rakyatnya. Dan beliau pun akan senantiasa setia atas tugas yang dipikul, karena merasa cinta atas Negara yang dipimpinnya. Terkesan lebay, tapi inilah kenyataannya, pamaaannn…
Dalam politik banyak sekali seni yang memunculkan tanda tanya besar. Siapa yang akan bertahan, atau siapa yang akan terseret dari barisan. Dalam politik pun indah, jika antar partai saling berkoalisi membentuk suatu kabinet. Namun politik pun kejam, saat antar partai sudah gila atas tujuan, dan mereka beradu siku untuk merangkulnya. Di sinilah banyak tentakel para pemikir yang kikir akal. Merekatkan ambisinya di setiap kesempatan. Seharusnya digunakan akal, bukan nafsu. Jika nafsu yang dikedepankan, saat kekalahan datang, terpaksalah sekretaris syetan segera disibukkan. Lupa bahwa setiap cara memiliki hukum masing-masing, namun di sini hukum haram malah mereka tikam.
Sekretaris eksklusif itu pun menikmati jobnya, ia merasa puas atas dirinya sendiri. Dan merasa girang atas apa yang sedang dilakukan karena merasa sudah mendapat lebel “halal” dari yang memimpin. Namun ingat, setiap hamba memiliki titik kelemahannya, termasuk syetan yang menjelma menjadi sekretaris berdasi itu, saat mereka mengikuti politik liciknya ternyata banyak lawan yang masih bisa melumpuhkan, dan syetan mengikrarkan kelemahannya langsung atas siapa saja yang mampu melumpuhkan aksinya. Fenomena ini dibuktikan dalam Al-Qur’an surat Al-Hijr.
“(39) Iblis berkata: "Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan maksiat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya”
“(40) kecuali hamba-hamba-Mu yang terpilih di antara mereka".
Tuh kan, sudah jelas. Syetan “mengangkat tangannya” pada orang-orang yang terpilih. Siapa saja? Orang itulah yang senantiasa menjalani sebuah proses dengan kekuatan Iman, keikhlasan, tanggung jawab, dan cinta.
Jadi ingat dengan masa pemilu kemarin, banyak sekali kabar miring yang masuk ke telinga saya. “katanya" banyak suara siluman yang masuk KPU, atau di sisi lain adanya kekecewaan satu pihak yang hampir jatuh ke dalam jurang kekalahan. Hingga anggota di dalamnya merengek menginginkan sebuah kepastian, dan anggota di posisi lain menyiapkan siasat minta tolong tetangga untuk menyelamatkan ladang kemenangan mereka agar selamat dari hama dan kedudukannya tetap terlihat subur, meskipun saya ragu panen nanti yang akan dituai berbuah manis atau malah tak berbuah. Seharusnya bagi mereka yang sedang menunggu hasil suara itu bertawakal, kan punya ‘atribut’ Islam. Karena di saat sempit inilah ujian datang. Bukan ujian saingan untuk meraih kemenangan, tapi ujian seberapa kuat keimanan kita dalam meyakini ikhlasnya hati dalam menerima segala keputusan. Bersikaplah futuristic dalam memandang suatu hal, jangan sampai memandang kekuasaan itu sebagai suatu kepuasan yang menyilaukan hati dan bermanuver dengan segala cara yang dihalalkan secara paksa. Cerdik dalam politik sangat diharuskan, karena ia mampu membinasakan racun tentakel para pemikir yang kikir akal.



Tiktik Siti Mukarromah, 10-08-2014 Tasikmalaya

0 komentar:

Posting Komentar