Membahas tentang politik tidak akan ada habisnya,
ia adalah rangkaian abjad yang membutuhkan penjabaran luas dan tidak memuat
satu halaman penuh. Terkesan rumit, namun inilah karya seni. Karya seni tak
semua orang mudah menafsirkan makna yang terselubung di dalamnya, dan kaidah
yang tertuang dalam eksistensinya.
Dalam politik, seni yang diukirkan cukup rumit dan
berbelit-belit. Ibarat labirin, orang tak mudah menemukan titik pulang, ia
harus mencoba menelusui berbagai celah hingga ia selamat dari kesesatan. Dalam
politik, banyak sekali kemungkinan. Mungkin ia adalah kawan, atau mungkin ia
adalah lawan.
Mungkin luka bisa dibalut dengan senyuman, mungkin
juga pedih bisa dibungkus gelak tawa.
Banyak sekali manipulasi di dalamnya, jika itu
adalah politik yang jauh dari koridor Islam. Tapi sayangnya, politik yang
sering bersentuhan dengan pemahaman kita di Negara ini adalah politik yang
justru memudarkan makna Islam, dan ia kerontang dari kemakmuran.
Dalam politik ini, keburukan bisa tampil dalam
wajah yang menjanjikan. Bahkan keburukan itu dibungkus dengan bayang-bayang
kebaikan, hingga keburukan dan kebaikan bisa dipeluk dalam satu dekapan. Bahaya
bukan main.
Banyak orang berpendapat, politik itu laku yang
sementara. Banyak yang berubah dalam politik sekalipun itu dalam hitungan
detik. Banyak anggota di dalamnya yang sudah keturunan mimikri, mereka mahir
dalam berkamuflase, hingga rupa aslinya sulit untuk dikenali. Tak ada yang
abadi dalam politik, hari ini adalah kemenangan. Besok bisa saja berubah
menjadi kehancuran. Seorang penguasa bisa menjadi seorang pecundang, dan bahkan
seorang pecundang bisa berpower ranger menjadi seorang penguasa.
Kebanyakan fakta yang saya amati, politik di Negara
ini dilandasi atas dasar ketakutan bukan atas dasar kekuatan. Takut jika
kekuasaan di rebut orang, dan kekuatan ia lupakan hingga berubah menjadi sebuah
kebobrokan. Kekuatan itu dilandasi atas dasar rasa. Rasa tanggung jawab dan
cinta. Jika pemimpin di negeri ini bertanggung jawab, sudah barang tentu beliau
akan mempertahankan apa yang harus dipertahankan termasuk hak bagi rakyatnya.
Dan beliau pun akan senantiasa setia atas tugas yang dipikul, karena merasa
cinta atas Negara yang dipimpinnya. Terkesan lebay, tapi inilah kenyataannya, pamaaannn…
Dalam politik banyak sekali seni yang memunculkan
tanda tanya besar. Siapa yang akan bertahan, atau siapa yang akan terseret dari
barisan. Dalam politik pun indah, jika antar partai saling berkoalisi membentuk
suatu kabinet. Namun politik pun kejam, saat antar partai sudah gila atas
tujuan, dan mereka beradu siku untuk merangkulnya. Di sinilah banyak tentakel
para pemikir yang kikir akal. Merekatkan ambisinya di setiap kesempatan.
Seharusnya digunakan akal, bukan nafsu. Jika nafsu yang dikedepankan, saat
kekalahan datang, terpaksalah sekretaris syetan segera disibukkan. Lupa bahwa
setiap cara memiliki hukum masing-masing, namun di sini hukum haram malah
mereka tikam.
Sekretaris eksklusif itu pun menikmati jobnya,
ia merasa puas atas dirinya sendiri. Dan merasa girang atas apa yang sedang
dilakukan karena merasa sudah mendapat lebel “halal” dari yang memimpin. Namun
ingat, setiap hamba memiliki titik kelemahannya, termasuk syetan yang menjelma
menjadi sekretaris berdasi itu, saat mereka mengikuti politik liciknya ternyata
banyak lawan yang masih bisa melumpuhkan, dan syetan mengikrarkan kelemahannya
langsung atas siapa saja yang mampu melumpuhkan aksinya. Fenomena ini
dibuktikan dalam Al-Qur’an surat Al-Hijr.
“(39) Iblis berkata: "Ya Tuhanku, oleh sebab
Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat pasti aku akan menjadikan mereka
memandang baik (perbuatan maksiat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan
mereka semuanya”
“(40) kecuali hamba-hamba-Mu yang terpilih di
antara mereka".
Tuh kan, sudah jelas. Syetan “mengangkat
tangannya” pada orang-orang yang terpilih. Siapa saja? Orang itulah yang
senantiasa menjalani sebuah proses dengan kekuatan Iman, keikhlasan, tanggung
jawab, dan cinta.
Jadi ingat dengan masa pemilu kemarin, banyak
sekali kabar miring yang masuk ke telinga saya. “katanya" banyak suara
siluman yang masuk KPU, atau di sisi lain adanya kekecewaan satu pihak yang
hampir jatuh ke dalam jurang kekalahan. Hingga anggota di dalamnya merengek
menginginkan sebuah kepastian, dan anggota di posisi lain menyiapkan siasat
minta tolong tetangga untuk menyelamatkan ladang kemenangan mereka agar selamat
dari hama dan kedudukannya tetap terlihat subur, meskipun saya ragu panen nanti
yang akan dituai berbuah manis atau malah tak berbuah. Seharusnya bagi mereka
yang sedang menunggu hasil suara itu bertawakal, kan punya ‘atribut’ Islam.
Karena di saat sempit inilah ujian datang. Bukan ujian saingan untuk meraih
kemenangan, tapi ujian seberapa kuat keimanan kita dalam meyakini ikhlasnya
hati dalam menerima segala keputusan. Bersikaplah futuristic dalam
memandang suatu hal, jangan sampai memandang kekuasaan itu sebagai suatu
kepuasan yang menyilaukan hati dan bermanuver dengan segala cara yang
dihalalkan secara paksa. Cerdik dalam politik sangat diharuskan, karena ia
mampu membinasakan racun tentakel para pemikir yang kikir akal.
Tiktik Siti Mukarromah, 10-08-2014 Tasikmalaya












0 komentar:
Posting Komentar